XXIII
PENUTUP
Pembaca yang budiman, dari paparan di atas bisa kita simpulkan bahwa perbedaan pendapat para ulama’ adalah membawa rahmat, manfaat, dan kemudahan tersendiri bagi kita. Kita bisa memilih dan mengikuti salah satu pendapat mereka sesuai dengan kemampuan kita masing-masing. Ingin memilih yang mana saja dipersilakan, karena semua pendapat ulama’ itu adalah mempunyai landasan atau dalil masing-masing. Maka dari itu kita tidak perlu saling menyalahkan antara pengikut pendapat satu dengan pengikut pendapat yang lain, tetapi kita harus saling menghargai setiap perbedaan pendapat yang ada.
Perbedaan adalah sesuatu yang wajar bahkan dibutuhkan, karena perbedaan merupakan sunnatullah dan menjadi bukti dari kebesaran-Nya. Tuhan menciptakan manusia berbeda-beda mulai dari warna kulit, warna rambut, bentuk wajah, postur tubuh, hati, daging, jenis kelamin, jenis darah, otak intelegensi, dan sidik jarinya. Semua itu tidak ada satupun yang sama bahkan nasibnya juga berbeda-beda, sehingga sudah bisa dipastikan hasil pemikiran dan pendapatnya juga berbeda-beda.
Jika kita renungkan lebih dalam, manusia merupakan hasil dari suatu perbedaan bukan? Kita merupakan hasil dari perbedaan yang saling menghormati dan saling mencintai. Ayah kita adalah seorang laki-laki sedangkan ibu kita adalah perempuan. Bayangkan kalau mereka berdua tidak saling mencintai dan menghargai perbedaan di antara mereka berdua, maka kita pun pasti tidak akan pernah ada di muka bumi ini.
Bukan hanya kita dan ulama’ saja yang berbeda pendapat, seorang Nabi yang ma’sum, yang selalu dijaga oleh Allah dari perbuatan dosa juga berbeda pendapat. Tentunya kita telah mengetahui tentang kisah Nabi Musa as. dengan Nabi Khidzir as. Mereka berdua juga berbeda pendapat. Kisah tentang perbedaan pendapat mereka berdua diabadikan oleh Allah di dalam al-Qur’an (Q.S. al-Kahfi ayat 60-82 juz 16). Dari kisah tersebut, sebenarnya Allah menunjukkan banyak rahasia-Nya. Salah satu rahasia tersebut adalah gambaran dan pelajaran bagi kita bahwa perbedaan itu tidak bisa dihindari dan dihilangkan.
Dengan demikian sikap yang bijak adalah harus pandai-pandai memaknai dan menyikapi secara positif suatu perbedaan. Kita utamakan saling mengevaluasi diri-sendiri, sebelum mengevaluasi orang lain. Sudah bisakah kita menghargai orang lain? jika belum, marilah kita bersama-sama belajar untuk saling menghargai dan menghormati perbedaan di antara kita, sehingga perbedaan tersebut dapat membuahkan suatu keharmonisan dan kedamaian serta rahmat yang indah bagi kita. Karena Imam Nawawi dalam kitab Hasiyah al-Bujairami menyatakan:
اِ خْـتِـلاَ فُ اْلـعُـلـَمـَاءِ رَحْـمَـةٌ
“Perbedaan Ulama’ itu Adalah Rahmat”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar